Sejarah marga Nasution memiliki banyak Versi yang diceritakan oleh para tetua dan leluhur kita. Ada Empat versi sejarah marga Nasution yang tersebar saat ini sehingga berkembang dan populer di masyarakat.
- Versi Tapanuli Utara
- Versi Minang Kabau
- Versi Tapanuli Selatan
- Versi Rambah Rokan Hulu
Sesuai dengan judul, di artikel ini saya hanya menampilkan sejarah marga Nasution Versi Rambah Rokan Hulu.
Berikut simaklah sejarah Marga Nasution versi Rambah Rokan Hulu yang dikutip dari "MAKAKAH EMPA VERSI KETURUNAN MARGA NASUTION" oleh BRIGJEN (PURN) H. EDY AFRIZAL NATAR NASUTION, S.IP
![]() |
Edy Nasution keturunan ke 13 Raja Namora Gompar Sutan Sinomba Sinoru (berdasarkan silsilah dalam Tarombo versi Rambah Rokan Hulu) image ©Goriau.com |
Sejarah Marga Nasution Versi Rambah Rokan Hulu Riau
Versi ini adalah versi yang diyakini oleh Marga Nasution yang berada di Rambah dan Kaiti, Rokan Hulu, sebagai versi yang benar dan dapat di pertangung jawabkan.
Karena selain memiliki alur kisah yang runtut dari awal hingga akhir peristiwa, juga didukung dengan bukti-bukti otentik seperti adanya makam dari masing-masing tokoh yang dikisahkan, diantaranya: Tiga Makam Raja Godang sebagai bukti otentik sejarah
- Yang pertama makam Suri Andung Jati atau Sutan Perempuan yang merupakan Ibu kandung dari Sibaroar, makam tersebut berada di Kaiti. Sebenarnya makam tersebut merupakan bekas telapak kaki dari Sutan Perempuan ketika untuk terakhir kali beliau berdiri di tempat tersebut memberi arahan kepada para anak cucunya sebelum akhirnya menghilang.
- Yang kedua adalah makam anak ke enam dari Sibaroar bergelar Sutan Solut, makam tersebut berada di Batang Samo berdekatan dengan makam istrinya.
- Dan yang ketiga adalah makam anak no.7 dari Sibaroar, bernama Raja Gompar dan bergelar Sutan Namora Raja Gompar, makam tersebut berada di Huta Rimboru dan ini merupakan garis keturunan langsung dari ayah dan opung kami.
Menurut versi Rambah Rokan Hulu, Sibaroar yang merupakan anak yang terkenal dengan kesaktiannya merupakan buah perkawinan antara Sutan Iskandar Muda Pitala Guru, bergelar Sutan Penyalinan dengan Suri Andung Jati, bergelar Sutan Perempuan.
Sutan Iskandar Muda adalah keturunan dari Sutan Mahmud Syah Kerajaan Irak, dan Sutan Mahmud Syah ini merupakan keturunan dari Sutan Harunurrasyid, Kerajaan Baghdad, Irak, Jazirah Arab. Sementara ibunya yang bernama Suri Andung Jati yang bergelar Sutan Perempuan ini merupakan keturunan dari Sutan Sinomba Sinoru, yang berasal dari Kerajaan Kayangan, Lumban Julu, Indonesia.
Pertemuan antara ayah dan ibu Sibaroar ini terjadi di Tapian Nauli, Dolok Martimbang, Danau Toba.
Didalam sejarah versi Tarombo yang ada pada saya, Sutan Iskandar Muda ini, meskipun pada masa itu telah berumur lebih dari 30 tahun, tetapi dia belum juga mau menikah, dan hal ini telah menyebabkan ayahnya marah, lalu dimasukkanlah Sutan Iskandar Muda ini ke dalam penjara dengan maksud untuk memberi pelajaran agar dia sebagai seorang putra raja yang nantinya akan meneruskan tahta kerajaan, mau menikahi seorang gadis pilihan raja.
Ketika masih di dalam penjara itulah, disuatu malam Sutan Iskandar Muda ini bermimpi bertemu dengan seorang Putri yang sangat cantik dan mimpi itu begitu nyata seakan benar-benar terjadi. Di dalam mimpi itu, dia melihat ada seorang wanita cantik sedang mandi di sebuah danau yang indah dan terjadilah pertemuan di antara mereka di pinggir danau yang indah itu. Sebelum mereka berpisah, si wanita sempat memberi sehelai rambutnya sebagai kenangan agar suatu saat nanti mereka bisa bertemu kembali di danau tersebut.
Rupanya si wanita ini adalah seorang Putri yang berasal dari Kerajaan Kayangan. Putri ini memiliki kebiasaan, sekali dalam seminggu selalu turun ke pinggir danau untuk melakukan mandi bunga. Saking kuatnya pengaruh pertemuan dalam mimpi itu, maka Sutan Iskandar Muda ini pun meminta waktu untuk berjumpa dengan ayahnya lalu menceritakan semua yang dialaminya dalam mimpi itu, sekaligus memohon agar dia Diberi izin untuk mencari si wanita yang ada di dalam mimpinya itu. Akhirnya ayahnya mengizinkan. Singkat cerita, setelah melalui perjalanan panjang dari Irak Baghdad dengan mengikuti kapal para Pedagang Arab, sampailah Sutan Iskandar Muda ke tempat yang dituju.
Dari pertemuan itulah akhirnya mereka menikah. Anak pertama mereka lahir, dan diberi nama Singa Mangaraja. Setelah Singa Mangaraja berumur ± 3 tahun, Suri Andung Jati atau Sutan Perempuan ini pun hamil lagi anak yang kedua dan diberi nama Sibaroar. Kelak, setelah dewasa Sibaroar ini menjadi Raja di Kerajaan Mandailing, Padang Garugur dan bergelar Sutan Sinomba Sinoru.
Namun Sibaroar ini tidak sempat mengenal ayahnya, karena di dalam Tarombo itu di ceritakan bahwa sebelum Sibaroar ini lahir, ayahnya yang tidak lain adalah Sutan Iskandar Muda itu, menghilang saat terjadi perkelahian antara dirinya dengan seorang Raja yang bernama Si Raja Abu. Perkelahian itu disebabkan karena ayam milik Si Raja Abu, kalah ketika di Adu dengan ayam milik Sutan Iskandar Muda (di dalam sebuah arena adu ayam), yang akhirnya memicu perkelahian di antara mereka.
Di dalam perkelahian itu Raja Abu kewalahan menghadapi Sutan Iskandar Muda yang memiliki ilmu dan kemampuan bisa menghilang dari pandangan. karena kemampuan Sutan Iskandar Muda yang bisa menghilang inilah dia diberi gelar, "Sutan Penyalinan". Dan sejak menghilang itu pula dia tidak pernah kembali bertemu isterinya, Sutan Perempuan yang sedang hamil, sampai akhirnya anak kedua mereka yang bernama Sibaroar itu lahir. Setelah dewasa, Sibaroar diangkat menjadi Raja di Negeri Padang Garugur dan memimpin selama ± 32 tahun. Sibaroar ini meninggal secara mendadak dalam usia antara 61-62 tahun.
Didalam Tarombo versi Rambah ini, dijelaskan juga secara gamblang bahwa semasa hidupnya, Sibaroar ini memiliki tujuh orang anak yang terdiri dari enam orang Laki-laki dan seorang Perempuan.
- Anak no 1 bernama Sutan Iskandar, mengambil nama dari opungnya yang bernama Iskandar Muda, dan beliau ini menjadi Raja Huta Siantar.
- Anak nomor 2 seorang wanita satu-satunya, bernama Suri Lindung Bulan, dan dia ini menjadi Permaisuri Raja Tambusai yaitu Tuanku Syah Alam.
- Anak no 3 bernama Sutan Katimbang di Langit menjadi Raja di huta Partibi.
- Anak no 4 bernama Sutan Batara Guru, menjadi Raja di Huta Puli Tambangan.
- Anak no 5 bernama Sutan di Atas Langit, menjadi Raja di Huta Gunung Baringin.
- Anak no 6 bernama Sutan Tua Raja Solut, menjadi Raja di Batang Samo.
- Dan anak no 7 yang paling kecil bernama Namora Gompar Sutan Sinomba Sinoru, menjadi Raja di Sungai Garingging.
Karena Sibaroar meninggal dunia secara mendadak, maka oleh para pembesar kerapatan negeri Padang Garugur diadakanlah rapat untuk memutuskan siapa yang akan diangkat sebagai penggantinya. Hasil rapat di sepakati bahwa yang ditunjuk sebagai pengganti Sibaroar adalah anak ke enamnya, yaitu Sutan Tua Raja Solut yang ketika itu baru berusia empat belas tahun.
Namun karena Sutan Tua Raja Solut ini belum dewasa, maka sementara menunggu dia dewasa, disepakati pula bahwa untuk yang mengendalikan Kerajaan Padang Garugur ini langsung diambil alih dan di pegang oleh para Kerapatan Negeri.
Rupanya Keputusan ini diprotes oleh anak tertua Sibaroar yang bernama Sutan Iskandar. Kenapa dia Protes? Karena dia ingin, dialah yang menggantikan Sibaroar selaku anak tertua. Padahal ketika itu dia sudah menjadi Raja di Huta Siantar. Lalu mengapa dia ingin mengambil alih Kerajaan Garugur? Karena Kerajaan Siantar yang saat itu dia kuasai akan di serahkan kepada anaknya.
Namun karena tidak disetujui dan ditentang oleh para pejabat Kerapatan Negeri, maka meskipun masih dalam suasana duka, Sutan Iskandar pun mempersiapkan pasukannya lalu menyerang Kerajaan Padang Garugur, yang tentu saja ketika itu, mereka berada dalam keadaan tidak siap.
Melihat terjadinya kekacauan yang tidak berkesudahan, maka Sutan Perempuan pun memutuskan untuk keluar dari Padang Gerugur guna menyelamatkan kedua cucunya yaitu Nomor 6 (Sutan Tua Raja Salut berumur 14 tahun) dan nomor 7 (Sutan Namora Raja Gompal berumur 9 tahun), tetapi belum tahu mau kemana arah dan tujuannya.
Dalam keadaan kebingungan itulah, banyak para pembesar negeri yang merasa bersimpati lalu ikut bergabung. Jumlah mereka yang bergabung sebanyak 47 Kepala Keluarga, terdiri dari 5 Marga. Yaitu: Marga Siregar, Marga Daulay, Marga Hasibuan, Marga Lubis dan Marga Najanginon. Dari 47 KK itu, yang tercatat didalam Tarombo, diantaranya:
- Menteri Jairo Dilangit.
- Japorkas adiknya Nai Romban Golang
- Orang Kayo Bale, dia ini berasal dari Marga Siregar.
- Bendahara, dari Marga Daulay.
- Jabomi dari Marga Hasibuan.
- Penghulu Besar berasal dari Marga Lubis.
- Bentaro Lelo dari Marga Najanginon.
Setelah mendapatkan berbagai saran dan masukan dari para pembesar negeri yang ikut dalam rombongan itu, maka disepakatilah bahwa mereka akan bergerak menuju ke tempat cucunya yang perempuan yaitu Permaisuri Raja Tambusai yang ketika itu dijabat oleh Tuanku Syah Alam.
Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang dengan berbagai pengalaman yang ditemui (sebenarnya sangat banyak kisah yang tertuang di dalam Tarombo yang menceritakan suka duka rombongan Sutan Perempuan ini selama di perjalanan tersebut). Namun mohon maaf, tidak saya ceritakan di sini, karena akan menyita waktu dan terlalu panjang (didalam tarombo terkisahkan dengan baik)
Kemudian tibalah mereka di perbatasan wilayah Kerajaan Tambusai, dan diutuslah beberapa Caraka untuk menemui Raja Tambusai sambil meminta suaka politik (perlindungan).
Lalu oleh Raja disetujuilah rombongan ini untuk bisa tinggal di daerah pinggiran yaitu di daerah "Pisang Kolot". Adapun yang boleh mereka lakukan di sana, hanya bertani dan tidak boleh melakukan kegiatan yang berbau politik. Sebenarnya kalau Sutan Perempuan ini datang hanya bertiga dengan dua cucunya saja, mereka diterima dikerajaan dan boleh tinggal di Tambusai.
Ketika rombongan Sutan Perempuan ini tiba dipinggiran daerah Tambusai, sebenarnya di wilayah Rambah ini sudah terdapat beberapa kerajaan yang memiliki wilayah kekuasaan, yang disebut dengan Luhak Nan Lima.
Kerajaan- Kerajaan tersebut diantaranya:
- Kerajaan Tambusai, ibu negerinya Tambusai.
- Kerajaan rambah, ibu negerinya Rambah
- Kerajaan Kepenuhan, ibu negerinya Kota Tengah.
- Kerajaan Rokan, ibu negerinya Pendalian IV koto.
Kerajaan Kunto Darussalam, ibu negerinya Kota Intan, hanya saja ibu negeri kerajaan- kerajaan ini pada masa itu belum tersusun seperti sekarang ini. Malahan, seperti Kepenuhan dan Koto Tengah, kedudukan ibu negerinya tidak persis seperti yang ada sekarang, melainkan berada agak didaerah hilirnya lagi, karena ibu negeri kerajaan itu sering berpindah-pindah dari satu kedudukan ke kedudukan lainnya.
Mereka menetap di Pisang Kolot selama ± 32 tahun yaitu mulai sekitar tahun 1418-1450 masehi. Dan selama itu pula para pengikutnya tetap setia kepada Suri Andung Jati atau Sutan Perempuan.
Sutan Perempuan mulai resah karena setelah selama ± 32 tahun dia merasa usianya sudah semakin tua sementara nasib kedua cucu yang dia bawa termasuk rombongan yang mengikutinya belum juga jelas karena mereka belum memiliki daerah kekuasaan sendiri.
Dalam kebingungan itulah, Rupanya Allah mentakdirkan Raja Rambah meninggal dunia secara mendadak, dan kebetulan anak dari Raja Rambah ini masih kecil untuk duduk sebagai raja menggantikan posisi ayahnya, karena baru berusia dua tahun.
Hubungan dan komunikasi antara Raja Tambusai dan Raja Rambah pada saat itu berjalan dengan sangat baik karena telah banyak terjadi pertalian darah yang disebabkan perkawinan.
Akhirnya, sambil menunggu Putra Mahkota berusia dewasa, maka diambillah keputusan bahwa kendali Kerajaan Rambah akan dirangkap oleh Raja Tambusai.
Rupanya disinilah kesempatan itu muncul, Kerajaan Rambah yang wilayahnya begitu sangat luas, dimana disebelah baratnya terdapat banyak daerah yang masih kosong dan daerah itu dikuasai oleh orang-orang Lubu, yang pekerjaannya hanya selalu mengacau dan membuat gaduh.
Mengingat jumlah orang Lubu ini cukup banyak, maka Raja Rambah pun merasa kewalahan untuk mengusirnya. Akhirnya setelah para pembesar Raja Rambah dan Raja Tambusai mengadakan rapat, maka disepakatilah untuk melibatkan orangnya Sutan Perempuan yang sudah bermukim cukup lama di wilayah Tambusai itu untuk mengusir orang-orang Lubu ini.
Dengan tekad dan semangat yang kuat, karena ingin memiliki wilayah kekuasaan sendiri, maka kelompok Sutan Perempuan inipun berhasil mengusir orang Lubu. Begitulah akhirnya rombongan Sutan Perempuan ini berhasil menjadikan daerah Rambah itu menjadi daerah Mandailing dan menguasainya. Dan itu terjadi sekitar tahun 1450 M.
Setelah menguasai daerah ini maka oleh Sutan Perempuan diangkatlah cucunya yang nomor enam, yaitu Raja Salut atau disebut juga Sutan Tua, menjadi Raja di Batang Samo. Sedangkan cucunya yang nomor tujuh yaitu Raja Gompar bergelar Sutan Sinomba Sinoru diangkat pula oleh Sutan Perempuan menjadi Raja di Sungai Garingging setelah negeri itu dibebaskan dari orang-orang Lubu.
Walaupun kedua cucunya sudah mendapatkan wilayah kekuasaan, yang satu menjadi Raja di batang Samo dan yang satunya lagi, menjadi Raja di Sungai Garingging, sutan perempuan tetap memimpin Kerajaan di Kaiti. Sampailah pada suatu saat beliau merasa perlu untuk mengumpulkan seluruh petinggi-petinggi kerajaan termasuk kedua cucunya, yaitu Raja Solut Sutan Tua, dan Raja Gompar Sutan Namora Raja atau Sutan Sinomba Sinoru, beserta anak cucu dan keturunannya.
Singkat cerita dari cucunya yang nomor enam dan nomor tujuh ini lah berkembangnya Marga Nasution yang berada di Rambah dan sekitarnya. Begitu pula dengan 5 marga yang ada di Rokan Hulu saat ini yaitu : Siregar, Hasibuan, Daulay, Lubis dan Najanginon merupakan keturunan dari rombongan yang mengikuti marga Nasution yang asal mereka dari rombongan 47 KK yang ikut bersama-sama saat pindah dari Padang Gerugur menuju Batang Samo, Rokan Hulu.
Sebagai gambaran, seperti yang tadi sudah disampaikan sebelumnya, bahwa keturunan Sibaroar ini awalnya berjumlah 7 orang, terdiri dari 6 laki-laki dan 1 orang perempuan. Mereka ini diantaranya:
- Cucu pertama yang juga bernama Sutan Iskandar menjadi Raja di Huta Siantar, Penyabungan.
- Cucu kedua satu-satunya wanita yang bernama Suri Lindung Bulan menjadi Permaisuri Raja Tambusai (Permaisuri Tuanku Syah Alam).
- Cucu ketiga Sutan Katimbang Dilangit jadi Raja Huta Partibi.
- Cucu keempat Sutan Batara Guru jadi raja di Huta Puli Tambangan.
- Cucu Sutan di atas langit jadi Raja di Huta Gunung Baringin.
- Cucu keenam Sutan Tua Raja Solut jadi Raja di Batang Samo.
- Cucu ketujuh Namora Gompar Sutan Sinomba Sinoru jadi Raja di Sungai Garingging.
Adapun cicit-cicitnya yang sempat dia dudukkan menjadi raja hanya dari keturunan cucunya yang berada di Rambah. Sedangkan untuk keempat cucunya yang berada di Tapanuli berkembang biak di Tapanuli Selatan Sumatera Utara. Sementara, untuk para Cicit yang berkembang di Rambah diantaranya:
- Cicitnya bernama Sutan Nalobi, Raja di Huta Rimboru.
- Cicitnya bernama Sutan Kumala Bulan, Raja Manaming.
- Cicitnya bernama Sutan Mangamar jadi Raja di Batang Samo.
- Cicitnya bernama Tangun, diangkat jadi raja tangun.
- Cicitnya bernama si Painan, diangkat jadi Raja di Sungai Pinang.
- Cicitnya bernama Bongsu diangkat jadi Raja di Sigatal.
- Cicitnya bernama Tuah Sutan Kumala Gunung Jati, diangkat jadi Raja di Kaiti.
- Cicitnya bernama Raja Dewa hanya diberi tugas jaga rumah adat dan menjaga barang- barang pusaka di Kaiti karena cicitnya yang satu ini agak kurang cerdas dan memiliki kekurangan makanya tidak diberi kekuasaan.
Setelah seluruh cucu dan cicitnya mendapatkan wilayah kekuasaan dan juga karena merasa dirinya sudah semakin tua, tibalah saatnya, Suri Andung Jati Boru Namora atau Sutan Perempuan ini meminta seluruh cucu dan cicitnya termasuk para pembesar masing-masing kerajaan yang berasal dari keturunan marga lainnya yang turut serta dalam rombongan Sutan Perempuan ketika berpindah dari kerajaan Padang Garugur hingga ke Rambah untuk ikut berkumpul. Dua minggu lamanya barulah semuanya bisa berkumpul dan lokasi tempat berkumpul berada di Kaiti.
Disinilah Sutan Perempuan berpidato dihadapan seluruh keturunannya termasuk keturunan dari pembesar-pembesar Raja dari marga lainnya yang ikut dalam rombongan dulu, adapun isi pidatonya antara lain:
- Hai cucu-cucuku yang kusayangi
- Kedudukan kalian sudah kuat
- Kerajaan sudah pada berdiri, dan kembangkanlah ini
- Ekonomi ini sudah pulih dimana sumber-sumber hidup sudah teratur
- Pemerintah sudah rapi dan berlembaga
- Adat istiadat sudah teratur, tinggal kembangkan dan pelihara sebaik-baiknya
- Lembaga adat Napitu Huta sudah tersusun
- Budaya terjaga dengan baik dan kembangkanlah sebaik-baiknya
- Lestarikan pertuturan, artinya hormati yang tua dan sayangi yang muda
- Pelihara persatuan yang kokoh, tanpa persatuan betapa kalian bisa dengan mudah dihalangi oleh musuh-musuh yang iri hati pada kalian
- Induk-induk suku telah menggariskan kebijaksanaan pemerintah, mengaturgkemaslahatan rakyatnya, persatuan telah terpelihara dan sumber kekayaan yang cukup banyak,
- Jangan merusak dan jangan berselisih
- Patuhlah kepada Raja, patuh kepada Induk Adat, patuh kepada Lembaga Adat, sayangi anak istri dan perkuat rasa se-iya sekata antar kalian semua.
- Fakir miskin ditolong, anak yatim disayangi dan dipelihara, janda dan orangtua dikasihi dan dibela, jangan ada yang tidak makan di negeri kalian, orang-orang lemah dilindungi dan raja-raja tegakkan keadilan.
- bila ada salah satu dari negeri kalian diserang berarti semua kalian di serang dan bebaskan semua gangguan itu.
Kalian semua anak cucuku sudah hadir disini dan persaksikanlah bahwa, "Saya menganggap tugas dan kewajiban saya sudah akan berakhir, maka sekarang dengarkan baik- baik. Aku ini berasal dari orang halus yang menjelma menajadi manusia dan tugas sebagai manusia sudah kulaksanakan. Aku menganggap semuanya sudah selesai, kemudian aku akan kembali kepada orang halus dan kembali berfungsi sebagai orang halus. Bila suatu waktu kamu ditimpa bahaya, maka tempatku berpijak ini (sambil dia menghentakkan kakinya ke tanah), ziarahilah tempatku ini, mudah-mudahan yang maha kuasa Debata dapat membantu kalian, dan aku dengan kalian akan kontak!!!”.
Bagaimanapun aku harus pergi, namun pribadiku tetap dekat kalian. Lalu tanpa ada seorangpun yang tau kemana perginya tau-tau Sutan Perempuan pun menghilang dari pandangan. Dan di tempat itulah kini ada semacam kuburannya dan terdapat bekas telapak kaki dan tempat itu berada di Kaiti serta terawat dengan baik. Adapun 2 Makam Raja Godang sebagai bukti peninggalan sejarah keturunan Marga Nasution yang hingga kini ada di Rokan Hulu dan terawat dengan baik, adalah:
- Bekas pijakan kaki Suri Andung Jati Boru Namora atau Sutan Perempuan (IBUNYA SIBAROAR), berada di Kaiti.
- Makam Raja Godang (Sutan Tua Raja Solut), merupakan anak ke-6 dari Sibaroar. Berada di Batang Samo (berdekatan dengan makam Istrinya)
- Makam Raja Gompar (gelar Sutan Namora Raja). Merupakan anak ke-7 dari Sibaroar, berada di Sungai Garingging (Huta Rimbaru)
Bapak Ibu saudaraku Marga Nasution serta hadirin sekalian yang sangat kubanggakan, itulah versi Nasution Rambah yang bisa saya sampaikan. Kalaupun ada diantara kita yang tidak meyakini versi ini, tentu bukanlah masalah. Karena ini pun juga hanya berdasarkan fakta sejarah yang kebetulan tercata secara jelas dan gamblang dalam sebuah Tarombo, yang hingga hari ini masih saya simpan dengan baik. Tarombo ini aslinya tercatat dalam bahasa Mandailing dan aksara Batak, namun sekitar tahun 1935, setelah sempat dialih bahasakan dari tulisan beraksara batak ke bahasa Indonesia oleh Pak tuo kami yaitu Pak Tuo Amin Nasution bersama ayahnya M. Sain bergelar Sutan Nan Lobi dan opungnya bernama Syakban yang bergelar Jalelo. Setelah itu musibah pun datang, antara tahun 1942-1945, jepang membuat kebijakan, semua buku-buku yang berbau agama agar dibakar dan dimusnahkan. Kalau ketahuan ada yang masih menyimpan, maka akan mendapat hukuman yang seberat-beratnya. Dikarenakan rasa takut yang begitu mencekam pada waktu itu ayah dari Pak Tuo Amin ini yang bernama M.Sain bergelar Sutan Nan Lobi tidak sempat lagi memilah-milah buku mana saja yang termasuk dalam kategori yang dilarang oleh jepang.
Sampailah akhirnya Tarombo yang ditulis dalam tulisan Batak itu pun ikut terbakar. Akhirnya, versi manapun yang paling benar, Wallahu A’lam Bissawab, hanya Allah lah yang lebih tau segalanya. Selanjutnya dalam kesempatan yang baik ini saya mengajak, mari kita tinggalkan segala perbedaan, kita satukan persamaan, dan kita rajut persaudaraan didalam keluarga besar Nasution ini. Selanjutnya perlu saya jelaskan bahwa saya merupakan keturunan ke 13 dari Siboroar, melalui garis anak Sibaroar yang nomor 7, bernama Namora Gompar, Sutan Sinomba Sinoru yang menjadi Raja di sungai Garingging, Rokan Hulu. Nama saya, Edy Afrizal Bin Achmad Natar Bin
- Muhammad Yasin Bin
- Muhammad Zaman (Bergelar Sutan Laut Api) Bin
- Mangaraja Toras Bin
- Jama Hadum (Bergelar Sutan Laut Api) Bin
- Jopautan Sutan Tua Bin
- Jabatang Taris Bin
- Mangaraja Kayo Bin
- Jaronggar Bin
- Mangaraja Suang Kupon Bin
- Mangaraja Dewa Bagas Godang Haiti Bin
- Sibaroar Sutan Sinomba Sinoru (Kerajaan Mandailing, Padang Garugur), Bin
- Sutan Iskandar Muda Bin
- Sutan Mahmudsyah Irak Baghdad Bin
- Sutan Harunnur Rasyid Kerjaan Irak, Baghdad, Jazirah Arab.